Kamis, 14 November 2013

Sistem Distribusi Tenaga Listrik



SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

1.    SISTEM  TENAGA  LISTRIK.
    Sistem Tenaga Listrik dikatakan sebagai kumpulan/gabungan yang terdiri dari komponen-komponen atau alat-alat listrik seperti generator, transformator, saluran transmisi, saluran distribusi dan beban yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan sehingga membentuk suatu sistem.

Gambar  1. Sistem Tenaga Listrik

    Didalam dunia kelistrikan sering timbul persoalan persoalan teknis, dimana tenaga listrik pada umumnya dibangkitkan pada tem­pat-tempat tertentu yang jauh dari kumpulan pelanggan, sedangkan pemakai tenaga listrik atau pelanggan tenaga listrik tersebar disegala penjuru tempat, Dengan demikian maka penyampaian tenaga listrik dari tempat dibangkitkannya yang disebut pusat tenaga listrik sampai ke tem­pat pelanggan memerlukan berbagai penanganan teknis. Dengan menggunakan Blok diagram sistem tenaga listrik dapat digambarkan sebagai berikut :


Gambar 2 Diagram line Sistem Distribusi Tenaga Listrik
    
     Tenaga Listrik dibangkitkan di Pusat-pusat Tenaga Listrik seperti PLTA, PLTU, PLTG, PLTGU, PLTP dan PLTD kemudian disalurkan melalui saluran transmisi setelah terlebih dahulu dinaikkan tegangannya oleh transformator penaik tegangan (step up transformer) yang ada di Pusat Listrik.
   Pemberian nama PLTA PLTU PLTP dan sebagainya yang umum diberikan kepada unit pembangkit listrik di lingkungan PLN didasarkan atas nama tenaga penggerak mulanya. PLTA misalnya dimana mesin pembangkit listriknya (generator) yang ada di kawasan tersebut digerakan atau diputarkan oleh suatu turbin penggerak yang berputar karena digerakan oleh pergerakan aliran air (turbin air) demikian juga halnya dengan  PLTU  mesin pembangkit listriknya digerakan oleh turbin uap.
  Saluran tenaga listrik yang menghubungkan pembangkitan dengan gardu induk (GI) dikatakan sebagai saluran transmisi karena saluran ini memakai standard tegangan tinggi dikatakan sebagai saluran transmisi tegangan tinggi yang sering disebut dengan singkatan SUTT. Dilingkungan operasional PLN saluran transmisi terdapat dua macam nilai tegangan yaitu saluran transmisi yang bertegangan 70 KV dan saluran transmisi yang bertegangan 150 KV dimana SUTT 150 KV lebih banyak digunakan dari pada SUTT 70 KV. Khusus untuk tegangan 500 KV dalam praktek saat ini di­sebut sebagai tegangan ekstra tinggi. yang disingkat dengan nama SUTET 
    
  Pada saat ini masih ada beberapa saluran transmisi dengan tegangan 70 KV namun tidak dikembangkan lagi oleh PLN. Saluran transmisi ada yang berupa saluran udara dan ada pula yang berupa saluran kabel tanah. Karena saluran udara harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan kabel tanah maka saluran transmisi PLN kebanyakan berupa saluran udara. Kerugian dari saluran udara dibandingkan dengan saluran kabel tanah adalah saluran udara mudah ter­ganggu oleh gangguan yang ditimbulkan dari luar sistemnya , misalnya karena sambaran petir, terkena ranting pohon , binatang,  layangan dan lain sebagainya
   Setelah tenaga listrik disalurkan melalui saluran transmisi maka sampailah tenaga listrik di Gardu Induk (GI) sebagai pusat beban untuk diturunkan tegangannya melalui trans­formator penurun tegangan (step down transfomer) menjadi tegangan menengah atau yang juga disebut sebagai tegangan distribusi primer. Tegangan distribusi primer yang dipakai PLN adalah 20 KV, 12 KV dan 6 KV. Kecenderungan saat ini menunjukkan bahwa tegangan distribusi primer PLN yang berkembang adalah 20 KV.
    Jaringan distribusi primer yaitu jaringan tenaga listrik yang keluar dari GI baik itu berupa saluran kabel tanah, saluran kabel udara atau saluran kawat terbuka yang menggunakan standard tegangan menengah dikatakan sebagai Jaringan Tegangan Menengah yang sering disebut dengan singkatan JTM dan sekarang salurannya masing masing disebut SKTM untuk jaringan tegangan menengah yang menggunakan saluran kabel tanah, SKUTM  untuk jaringan tegangan menengah yang menggunakan saluran kabel udara dan SUTM untuk jaringan tegangan menengah yang menggunakan saluran kawat terbuka.  Setelah tenaga listrik disalurkan melalui jaringan distribusi primer maka kemudian tenaga listrik diturunkan tegangannya dengan menggunakan trafo distribusi (step down transformer) menjadi tegangan rendah dengan tegangan standar 380/220 Volt atau 220/127 Volt dimana standar tegangan 220/127 Volt pada saat ini tidak diberlakukan lagi dilingkungan PLN. Tenaga listrik yang menggunakan standard tegangan rendah ini  kemudian disalurkan melalui suatu jaringan yang disebut Jaringan Tegangan Rendah yabg sering disebut dengan singkatan JTR.
     Sama halnya pada JTM jenis saluran yang dipergunakan pada JTR dapat menggunakan tiga jenis saluran yaitu SUTR untuk saluran udara tegangan rendah dengan menggunakan saluran kawat terbuka SKUTR untuk saluran udara tegangan rendah dengan menggunakan saluran kabel udara yang dikenal dengan sebutan kabel twisted yang sering disebut dengan singkatan TIC singkatan dari Twisted Insulation Cable SKTR untuk saluran udara tegangan rendah dengan menggunakan saluran kabel tanah
Tenaga listrik dari jaringan tegangan rendah ini untuk selanjutnya disalurkan ke rumah-rumah pelanggan (konsumen) melalui suatu sarana yang disebut Sambungan Pelayanan atau Sambungan Rumah yang dapat dipisahkan menjadi dalam 2 bagian yaitu Sambungan Luar Pelayanan dan Sambungan Masuk Pelayanan .
Dalam proses bisnis PLN pelanggan-pelanggan yang mempunyai daya tersambung besar aturannya tidak disam­bung melalui Jaringan Tegangan Rendah (JTR) melainkan disambung langsung pada Jaringan Tegangan Menengah (JTM) dan yang sangat besar disambung pada Jaringan Transmisi Tegangan Tinggi, tergantung besarnya daya tersambung. Bentuk yang lain skema sistim tenaga listrik di­tunjukkan oleh gambar 1.3.











Gambar. 3   Skema Pusat Listrik yang dihubungkan melalui saluran Transmisi ke Gardu Induk.

Keterangan       :   G     =  Generator
P.S.   =  Pemakaian Sendiri.
T.T.  =  Tegangan Tinggi.
T.M. = Tegangan Menengah

   Dari gambar diatas terlihat bahwa di Pusat Listrik maupun di GI selalu ada trans­formator Pemakaian Sendiri guna melayani keperluan-keperluan peralatan listrik yang digunakan didalam Pusat Listrik maupun GI, misalnya untuk keperluan penerangan, mengisi batere listrik dan menggerakkan berbagai motor listrik. Dalam praktek karena luasnya jaringan distribusi sehingga diperlukan banyak sekali transformator distribusi, maka Gardu Distribusi seringkali disederhanakan menjadi transformator tiang/Gardu Trafo Tiang yang rangkaian listriknya lebih sederhana daripada yang digambarkan (lihat gambar dibawah).


Gambar. 4. Gardu Type Portal  
     Setelah tenaga listrik melalui Jaringan Tegangan Menengah (JTM), Jaringan Tegang­an Rendah JTR) dan Sambungan Rumah (SR) maka tenaga listrik selanjutnya dilewatkan alat pembatas daya dan KWH meter di sisi pelanggan. Energi listrik yang dipakai oleh pelanggan tersebut di catat oleh petugas cater sesuai angka di register kWh meter tersebut selanjutnya dicetat di dalam rekening listrik. Rekening listrik pelanggan tergantung kepada daya tersambung serta pemakaian KWH nya, oleh karenanya PLN memasang pembatas daya dan KWH meter. Setelah melalui KWH meter, tenaga listrik kemudi­an memasuki instalasi rumah yaitu instalasi milik pelanggan. Instalasi PLN pada umumnya hanya sampai dengan KWH meter dan sesudah KWH meter ihstalasi listrik pada umumnya adalah instalasi milik pelanggan. Dalam instalasi pelanggan tenaga listrik langsung memasuki alat-alat listrik milik pelanggan seperti lampu, seterika, lemari es, pesawat radio, pesawat televisi dan lain-lain.
    Dari uraian diatas dapat dimengerti besar kecilnya konsumsi tenaga listrik ditentukan sepenuhnya oleh para pelanggan, yaitu tergantung bagaimana para pelanggan akan menggunakan alat-alat listriknya, kemudian PLN harus mengi­kuti kebutuhan tenaga listrik para pelanggan ini dalam arti daya listrik yang dibangkitkannya harus menyesuaikan dari waktu ke waktu.
    Apabila jumlah pelanggan yang harus dilayani dalam jutaan maka daya yang harus dibangkitkan jumlahnya juga mencapai ribuan megawatt dan untuk ini diperlukan beberapa Pusat Listrik dan juga beberapa GI untuk dapat melayani kebutuhan listrik para pelanggan.
Pusat-pusat Listrik dan GI satu-sama lain dihubungkan oleh saluran transmisi agar tenaga listrik dapat mengalir sesuai dengan kebutuhan dan terbentuklah suatu Sistem Tenaga Listrik.
Gambar 5 dibawah menggambarkan sebuah Sistem Tenaga Listrik yang terdiri dari beberapa pembangkit dan beberapa buah GI.


    Setiap GI sesungguhnya merupakan Pusat Beban untuk suatu daerah pelanggan tertentu, bebannya berubah-rubah sepanjang waktu sehingga daya yang di­bangkitkan dalam Pusat-pusat Listrik harus selalu berubah seperti telah diuraikan diatas. Perubahan beban dan perubahan pembangkitan daya ini selanjutnya juga menye­babkan aliran daya dalam saluran-saluran transmisi berubah-rubah sepanjang waktu. Apabila daya nyata yang dibangkitkan oleh Pusat-pusat Listrik lebih kecil daripada daya yang dibutuhkan oleh para pelanggan, maka frekwensi akan turun, sebaliknya apabila lebih besar, frekwensi akan naik. PLN berkewajiban menyediakan tenaga listrik yang frekwensinya tidak jauh menyimpang dari 50 Hertz.
Mengenai penyediaan daya reaktif bagi para pelanggan yang erat kaitannya dengan tegangan, masalahnya lebih sulit daripada masalah penyediaan daya nyata. PLN berkewajiban menyediakan tenaga listrik dengan tegangan yang ada dalam batas-­batas tertentu.

Gambar 5..Diagram Tunggal Sistem tenaga listrik
     Sebuah Sistem Tenaga Listrik dengan sebuah PLTU, sebuah PLTG, sebuah PLTD, sebuah PLTA dan enam buah Pusat Beban (GI). Masalah Penyediaan tenaga listrik seperti diuraikan diatas dengan biaya yang se­rendah mungkin dan tetap memperhatikan mutu serta keandalan. Dalam proses penyediaan tenaga listrik bagi para pelanggan seperti diuraikan diatas tidak dapat dihindarkan timbulnya rugi-rugi dalam jaririgan disamping adanya tenaga listrik yang harus disisihkan untuk pemakaian sendiri. Proses pembangkitan tenaga listrik dalam Pusat-pusat Listrik Termis memerlukan biaya bahan bakar yang tidak sedikit. Biaya bahan bakar serta rugi-rugi dalam jaringan merupakan faktor-­faktor yang harus ditekan agar menjadi sekecil mungkin dengan tetap memper­hatikan mutu dan keandalan.
      Mutu dan keandalan diukur dengan frekwensi, tegangan dan jumlah gangguan. Masalah mutu tenaga listrik tidak semata-mata merupakan masalah operasi Sistem Tenaga Listrik tetapi erat kaitannya dengan pemeliharaan instalasi tenaga listrik dan juga erat kaitannya dengan masalah pengembangan Sistem Tenaga Listrik mengingat bahwa konsumsi tenaga listrik oleh para pelanggan selalu bertambah dari waktu ke waktu. Oleh karenanya hasil-hasil Operasi Sistem Tenaga Listrik perlu dianalisa dan dievaluasi untuk menjadi masukan bagi pemeliharaan instalasi serta pengembangan sistem tenaga listrik. Mutu tenaga Listrik yang baik merupakan kendala (constrain) terhadap biaya pengadaan tenaga listrik yang serendah mungkin, maka kompromi antara kedua hal ini merupakan masalah optimisasi yang banyak dibahas.

2.  PEMBANGKITAN TENAGA LISTRIK
     Tenaga listrik dibangkitkan oleh generator / alternator dimana kumparan   medannya /rotor  generator diputar oleh  penggerak mula dan interaksi antara fluksi medan  dengan  putaran rotor dengan prinsip induksi menghasilkan gaya gerak listrik dan jika terminal jangkar terhubung dengan  beban akan mengalir arus listrik ke beban sehingga menghasilkan tenaga listrik sesuai dengan  prinsip dasar pembangkitan yaitu :
e.   =  ggl = BLV 
B =   Rapat fluksi ( fluksi dari kumparan medan )
L =   Panjang / kumparan jangkar
V =   Kecepatan putar kumparan medan  / poros

       Sesuai dengan hukum Ohm dimana arus berbanding lurus dengan tegangan / ggl dan berbanding terbalik dengan impedansi  sehingga  jika terhubung dengan beban maka akan timbal arus . Tenaga Listrik / Daya Listrik merupakan perkalian dari  tegangan , arus dan faktor daya serta  perkalian daya listrik ini dengan waktu pelayanan  beban ádalah energi listrik  .
      
  Penggerak Mula .
Penggerak mula  ádalah mesin untuk menggerakkan / memutar rotor  generator
Penggerak mula ini dapat berupa :

Mesin Turbin  dan Mesin Motor bakar.

Mesin Turbin   :  
Turbin Air pada PLTA / Pusat Listrik  Tenaga Air.
Turbin Gas  pada  PLTG / Pusat Listrik Tenaga  Gas .

Turbin  Uap  :
PLTU    / Pusat listrik Tenaga Uap.
PLTGU / Pusat listrik Tenaga Gas dan Uap.
PLTP    / Pusat listrik Tenaga Panas Bumi .

Motor Bakar  :     PLTD / Pusat Listrik  Tenaga Diesel

PLTA  : Air bendungan  dimasukkan kedalam pipa pesat yang dihubungkan dengan Turbin air  pada ketinggian  yang cukup  , sebagai sumber tenaga penggerak Turbin Air  yang dikopel  dengan generator ber eksitasi  dan generator membangkitkan tenaga listrik .



Gambar 6. Diagram Blok PLTA

PLTU  : Hasil pembakaran minyak / batu bara  dipakai memanaskan  air hingga    menjadi uap sebagai sumber tenaga  untuk memutar turbin uap  yang dikopel dengan generator dan generator bereksitasi membangkitkan tenaga listrik.


Gambar 7. Diagram Blok PLTU


PLTG  : Hasil pembakaran minyak  dan udara  menjadi Gas  sebagai sumber tenaga  untuk memutar turbin gas  yang dikopel dengan generator dan generator bereksitasi membangkitkan  tenaga listrik.



Gambar 8. Diagram Blok PLTG

PLTGU /Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap  / Siklus kombinasi  : 
Merupakan kombinasi dari PLTG dan PLTU, Panas dari gas buang PLTG digunakan memanaskan Air di Boiler  sehingga  menjadi uap  dan uap ini memutar Turbin Uap ; jadi tenaga listrik dihasilkan oleh PLTG dan PLTU  
Gambar 9. Diagram Blok PLTGU


PLTP  / Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi
Setiap naik 100 m tegak lurus dari permukaan bumi suhu turun rata – rata 1derajat Celsius dan sebaliknya suhu naik rata - rata 1 derajat celsius tiap turun 100 m tegak lurus dari permukaan Bumi Jika disekitar itu ada sumber magma (Gunung Berapi )/ sumber panas Bumi  maka  kenaikan suhu 1 derajat Celsius per 100  m turun tidak berlaku lagi namun lebih ekstrim kenaikan panas nya .  Panas bumi ini lah yang digunakan untuk memanaskan air / bahan baku uap ( berfungsi sebagai Boiler ) ; Lalu uap memutar turbin uap serta Turbin dikopel dengan Generataor dan  generator   bereksitasi menghasilkan tenaga listrik . Letak PLTP biasanya  didaerah pegunungan  

Gambar 10. Diagram Blok PLTP


PLTD  : Hasil kompresi udara   dan bahan  bakar (terjadi  pembakaran dalam dalam ruang bakar akibat  adanya bahan bakar , udara dan panas  tinggi) sehingga menghasilkan tenaga untuk menggerakkan poros engkol yang dikopel dengan poros / rotor Generator  dan Generator bereksitasi membangkitkan listrik .

 
Gambar 11. Diagram Blok PLTD

Kendala Operasi  Pembangkitan : 
     Kendala yang dalam bahasa Inggrisnya disebut constraint, sesungguhnya merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi agar suatu proses dapat dilaksanakan .Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa untuk mencapai suatu tempat dalam waktu yang sesingkat mungkin adalah dengan mengendarai mobil dengan kecepatan setinggi mungkin. 
Cara ini akan menghadapi kendala sebagai berikut:
1. Kecepatan maksimum yang bisa dicapai mobil tanpa merusak bagian-bagian mobil.
2. Kondisi jalan, tikungan jalan yang tidak memungkinkan mobil mencapai kecepatan maksimum.
     Dua kendala ini harus dipenuhi agar proses mencapai tempat tersebut diatas dengan mobil dapat terlaksana. Dalam proses optimisasi operasi pada umumnya, khususnya optimasi operasi sistem tenaga listrik, selalu ada kendala-kendala (constraints). Pada operasi pembangkitan yang ada di PLN juga terdapat kendala-kendala yang harus diketahui misalnya : 
Kendala Operasi PLTA : 
Kendala operasi dalam keadaan statis dan kebanyakan menyangkut koordinasi dengan keperluan irigasi dan pengendalian banjir. Kendala ini tidak ada apabila PLTA air yang hanya diperuntukan untuk pembangkitan tenaga listrik saja. Apabila diperlukan koordinasi dengan keperluan irigasi dan pengendalian banjir maka umumnya PLTA yang bersangkutan mempunyai kolam tando tahunan seperti halnya terdapat pada PLTA Juanda di Jatiluhur Jawa-Barat dan PLTA Sutami di Karang Kates Jawa-Timur. Secara garis besar pola pengusahaan suatu waduk yang juga menjadi kolam tahunan dari suatu PLTA didasarkan atas pemikiran-pemikiran sebagai berikut:
a.     Waduk harus dapat menyediakan air untuk keperluan irigasi dimusim kemarau.
b.     Waduk harus dapat mengendalikan banjir dimusim hujan.
c.    Diwaktu musim hujan pengisian waduk harus terkendali, dalam arti jangan sampai terjadi     pelimpasan air yang berlebihan sehingga membahayakan waduk.
d.    Di akhir musim kemarau atau permulaan musim hujan tinggi air dalam waduk masih harus cukup rendah agar dapat menampung air dimusim hujan yang akan datang.
 
Kendala  Operasi PLTU 
PLTU dalam sistem pembangkitan yang relatif besar ( > 1.000 MW) pada umumnya merupakan Pusat Listrik yang dominan baik secara teknis operasionil maupun ditinjau dari segi biaya operasi. Dari segi operasionil PLTU paling banyak kendalanya khususnya dalam kondisi dinamis. Hal ini disebabkan banyaknya componen dalam PLTU yang harus diatur. 
Kendala operasi yang terdapat pada PLTU adalah :
a.             Starting Time (waktu yang diperlukan untuk men-stsrt) yang relatif lama, bisa mencapai 6 sampai 8 jam apabila Stara dilakukan dalam keadaan dingin.
b.            Perubahan daya per satuan waktu (ΔMW per menit) yang terbatas, Kira-kira 5% per menit.
Hali ini disebabkan karena proses Star maupun perubahan daya dalam PLTU menyangkut pula berbagai perubahan suhu yang selanjutnya menyebabkan pemuaian atau pengkerutan.
Pemuaian-pemuaian atau pengerutan-pengerutan sedapat mungkin harus berlangsung merata dan tidak terlalu cepat untuk menghindarkan tegangan mekanis maupun pergeseran antara bagian-bagian yang berputar dan bagian-bagian yang status misalnya antara rotor dan stator.
Kendala Operasi PLTG.
Unit PLTG adalah unit pembangkit yang termahal biaya operasi khususnya termahal bahan bakarnya, maka diinginkan agar unit PLTG beroperasi dalam waktu yang sependek mungkin, misalnya pada waktu beban puncak atau pada waktu ada kerusakan/gangguan unit pembangkit lain (sebagai cadangan). Tetapi di lain pihak men-start dan men-stop unit PLTG Sangat menambah keausan unit tersebut sehingga merupakan kendala operasi yang harus diperhitungkan.
a.    Beban maksimum.
Dalam spesifikasi teknisnya unit PLTG umumnya disebut dua macam rating kemampuan yaitu:
1.            Base load rating, yang menggambarkan kemampuan unit untuk melayani beban secara terus menerus.
2.            Peak load rating, yang menggambarkan kemampuan unit untuk melayani beban selama dua jam. Peak load rating besarnya kurang dari 10% diatas base load rating.
b.  Beban minimum.
Batas beban minimum untuk unit PLTG tidak disebabkan karena alasan teknis melainkan lebih disebabkan oleh alasan ekonomis yaitu efisiensi yang rendah pada beban rendah.
Pada beban 100% pemakaian bahan bakar minyak adalah Kira-kira 0,346 cc/kWh, sedangkan pada beban 25% bisa mencapai Kira-kira 0,645 cc/kWh.
c.       Kecepatan perubahan beban .
Unit PLTG umumnya dapat dirubah bebanya dari 0% sampai 100% dalam waktu kurang dari 15 menit, sehingga bagi unit termis termasuk unit yang dapat dirubah bebanya secara cepat. Tetapi jira diingat bahwa unit PLTG beroperasi dengan suhu gas pembakaran yang tinggi maka perubahan beban berarti pula perubahan suhu yang tidak kecil pada berbagai bagian turbin gas dan menambah keausan bagian-bagian tersebut.
d.      Perhitungan Cadangan Berputar.
Karena kemampuannya untuk merubah beban yang relatif cepat seperti telah diuraikan diatas, maka cadangan berputar yang dapat diperhitungkan pada unit PLTG adalah sama dengan kemampuan maksimum dikurangi dengan beban saat itu. Namur seperti telah diuraikan di batir c sebaiknya tidak terlalu banyak dipasang cadangan berputar pada unit PLTG.
 
Kenadala Operasi PLTGU : lihat Kendala Operasi PLTU dan PLTGU 

Kendala  Operasi PLTD 
      PLTD yang terpelihara baik, praktis tidak mempunyai kendala operasi. Dapat di Start-stop dengan cepat tanpa banyak menambah keausan dan biaya bahan bakarnya lebih hemat dari pada PLTG, tetapi masih lebih mahal dibanding dengan PLTU. Masalahnya adalah bahwa hingga kini belum ada unit PLTD dengan kapasitas terpasang melebihi 30 MW, bahkan yang mempunyai kapasitas terpasang diatas 15 MW pun jarang dibuat. Walaupun pada unit PLTD praktis tidak ada kendala operasi, tetapi seperti juga pada unit pembangkit lainya secara operasional perlu diperhatikan hal-hal sbb:
a.       Beban maksimum dari unit PLTD seringkali tidak bisa mencapai nilai yang tertulis dalam spesifikasi pabrik karena ada bagian-bagian dari mesin diesel yang tidak bekerja dengan sempurna.
Misalnya pada beban 90% suhu gas buang sudah mencapai sushu maksimum yang diperbolehkan sehingga beban tidak boleh dinaikan lagi.
b.      Beban minimum.
Tidak ada hal yang membatasi beban minimum pada unit PLTD. Hanya saja apa bila unit PLTD sering dibebani rendah, misalnya kurang dari 50%, maka mesin diesel menjadi lekas kotor sebagai akibat pembakaran yang kurang sempurna dari mesin diesel pada beban rendah.
c.       Kecepatan Perubahan Beban.
Unit PLTD umumnya dapat berubah bebannya dari 0% menjadi 100% dalam waktu kurang dari 10 menit. Oleh karena itu kemampuanya yang cepat dalam mengikuti perubahan beban, unit PLTD baik dipakai untuk turut mengatur frekwensi sistem.
d.      Perhitungan Cadangan Berputar.
Mengingat kemampuanya dalam mengikuti perubahan beban seperti diatas, maka cadangan berputar yang dapat diperhitungkan adalah sama dengan kemampuan maksimum dikurangi dengan beban saat itu.
 
Kendala Operasi PLTP. 
    Secara teknis PLTP sesungguhnya sama dengan PLTU hanya ketel uapnya ada dalam perut bumi. Pengusahaan uap dilakukan oleh PERTAMINA dan PLN hanya membeli uap dari PERTAMINA atas dasar kWh yang dihasilkan PLTP. Karena perubahan beban akan menyangkut perubahan penyediaan uap dari perut bumi maka PLTP praktis hanya dapat ikut mengambil beban dasar dalam sistem, dalam arti harus berbeban constan. Mengenai masalah beban maksimum dan beban minimum pada PLTP kendala-kendala nya yang menyangkut turbin uap adalah sama dengan ketel tidak ada pada PLTP. 

3.  TRANSMISI  TENAGA LISTRIK.  
       Transmisi berfungsi menyalurkan  arus listrik / tenaga listrik dari Pusat pembangkit tenaga listrik ke Gardu Induk sebagai pusat beban .  Tegangan terima di gardu Induk  (Vr) adalah selisih vector antara tegangan kirim (Vs) dengan drop tegangan di sepanjang konduktor transmisi  yaitu perkalian arus  (I) dengan Impedansi  (Z).  Impedansi ini merupakan jumlah vektor dari resistensi (R) dan reaktansi (X) penghantar  dimana semakin panjang penghantar maka semakin  besar pula  R dan X nya  sehingga Z juga semakin besar dan akibatnya drop tegangan IZ juga semakin besar ; dengan demikian  Vr  kecil . Tegangan pelayanan  diperbolehkan turun s/d 10 % dari V nominal . Dengan demikian  panjang jeringan dibatasi oleh  drop tegangan.


Gambar. 12   Model Transmisi tenaga listrik

    Agar Vr memenuhi standar maka sebaiknya semakin panjang transmisi, tegangan transmisi dinaikkan.Output dari Generator di pembangkit (pembangkit besar) bertegangan s/d tegangan menengah di naikkan tegangannya menjadi  tegangan tinggi (150 kV)/ekstra tinggi (500 kV) dengan menggunakan Trafo Step Up.Tegangan.Transmisi ini diterima oleh Trafo GI (Trafo Step Down) dan diturunkan  dari 150 kV menjadi 20 kV, 500 kV menjadi 150 kV dan ada juga dari 500 kV menjadi 20 kV. Penghantar transmisi  terbuat dari ACSR dan Isolatornya terbuat dari Porselin dan menaranya  konstruksi besi/baja  dan di kota  tertentu  menggunakan Kabel tanah (150 kV).Transmisi dari Jawa ke Madura dan dari Jawa ke Bali menggunakan Kabel laut 150 kV 50 Hz. Rencananya Transmisi interkoneksi Sumatera (P3B  Sumatera) bertegangan  275 kV,50 Hz.



 
Pada Transmisi 500 kV  tidak ada masalah petir karena  tegangan transmisi lebih tinggi dari tagangan petir (345 kV) ; Tapi yang menjadi masalah adalah polusi tegangan disekitar SUTET dan masalah  Switching Surge / Surja hubung dimana hal ini diatasi dengan memasang  reaktor untuk menyerap kelebihan tegangan pada system saat terjadi Switching .


1.      SISTEM DISTRIBUSI  TENAGA LISTRIK
Sistem distribusi tenaga listrik merupakan salah satu bagian dari suatu sistem tenaga listrik yang dimulai dari PMT incoming di Gardu Induk sampai dengan Alat Penghitung dan Pembatas (APP) di instalasi konsumen yang berfungsi untuk menyalurkan dan mendistribusikan tenaga listrik dari Gardu Induk sebagai pusat pusat beban ke pelanggan pelanggan secara langsung atau melalui gardu-gardu distribusi (gardu trafo) dengan mutu yang memadai sesuai stándar pelayanan  yang berlaku. dengan demikian sistem distribusi ini menjadi suatu sistem tersendiri karena unit distribusi ini memiliki komponen peralatan yang saling berkaitan dalam operasinya untuk menyalurkan tenaga listrik. Dimana sistem adalah perangkat unsur-unsur yang saling ketergantungan yang disusun untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan menampilkan fungsi yang ditetapkan.
Dilihat dari tegangannya sistim distribusi pada saat ini dapat dibedakan dalam 2 macam yaitu
a.       Distribusi Primer, sering disebut Sistem Jaringan Tegangan Menengah  (JTM) dengan tegangan operasi nominal 20 kV/ 11,6 kV 
b.      Distribusi Sekunder, sering disebut Sistem Jaringan Tegangan Rendah  (JTR) dengan tegangan operasi nominal  380 / 220 volt 
Sebelumnya nilai tegangan operasional yang dipergunakan dilingkungan PLN pada level tegangan menengah  bervariasi yaitu 6 KV, 12 KV dan 20 KV  demikian juga pada level tegangan rendah yaitu 220/127 volt pada repelita 1 pada tahun 1970 dimulai perubahan tegangan yang kita kenal PTR / PTM hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan keandalan dan menurunkan susut jaringan 
Dilihat dari pentanahan sistemnya sistem distribusi dapat dibedakan  menjadi beberapa macam hal ini disebabkan keterlambatan PLN dalam menguasai teknologi dan standarisasi sehingga terpaksa mengikuti konsep dan standar negara–negara pemberi dana dan konsultannya masing masing sedangkan pada saat tersebut terjadi lonjakan permintaan terhadap tanaga listrik dimana sebelum repelita pada tahun 1950 pertumbuhan listrik hanya 2.2 % rata-rata dari 504 GWh menjadi 564 GWh . Pada repelita 1 terdapat kenaikan pertumbuhan produksi tenaga listrik yang berarti dari 1915 GWh menjadi 3007 GWh dimana ada kenaikan rata-rata sebesar 11.4 %  pada repelita ini pula mulai dilakukan rehabilitasi dan pembangunan pusat pembangkit tenaga listrik, jaringan transmisi, jaringan distribusi berikut sarananya sehingga daya terpasang menjadi melonjak dari 542 MW pada awal repelita menjadi 776 MW pada akhir repelita . pada repelita II terdapat pertumbuhan sampai 24 % dari daya terpasang 776 MW menjadi 2.288 MW dengan produksi dari 3007 GWh menjadi 5723 GWh
Selain pertumbuhan permintaan yang meningkat tajam pada waktu tersebut belum adanya perencanaan yang paripurna untuk suatu sistim yang modern maka sistem yang berkembang menjadi besar secara tambah menambah mejadi semerawut yang kemudian mulai repelita III mulai ditertibkan dan distandarisasi
Tiga pola utama sistim distribusi 20 kV yang telah ada dan berkembang di pulau jawa yaitu :
a.       Sistim pentanahan netral dengan tahanan tinggi di PLN Distribusi Jawa Timur
b.      Sistim pentanahan netral langsung sepanjang jaringan di PLN Distribusi Jateng dan DIY
c.       Sistem pentanahan netral dwengan tahanan rendah yang berlaku di PLN Distribusi Jawa barat dan PLN Distribusi DKI  Jaya
Dimana masing masing memiliki karakter dan kekhususan tersendiri yang akan dijadikan sebagai dasar bagi perkembangan sistem distribusi di daerah daerah yang sedang berkembang.
Dilihat dari pengawatanya dapat kita pisahkan menjadi 2 macam yaitu ;
a.       Sistem Distribusi 20 kV  fasa tiga  3 kawat  terdapat pada sistem distribusi 20 kV dengan pentanahan netral tinggi dan pada sistem distribusi 20 kV dengan pentanahan netral  rendah
b.      Sistem Distribusi 20 kV fasa tiga  4 kawat terdapat pada sistem distribusi 20 kV dengan netral pentanahan langsung
Ketiga macam sistim distribusi 20 kV tersebut memiliki pilosofi yang berbeda yaitu :
a.       Pentanahan dengan tahanan tinggi dimaksudkan untuk memperoleh hasil yang optimum dengan mengutamakan keselamatan umum sehingga lebih layak memasuki daerah perkotaan dengan saluran udara
b.      Pentanahan secara langsung dimaksudkan untuik memperoleh hasil optimum dengan mengutamakan ekonomi sehingga dengan saluran udara elektrifikasi dapat lebih layak dilaksanakan diluar kota sampai ke daerah yang terpencil
c.       Pentanahan dengan tahanan rendah dimaksdukan untuk memperoleh hasil optimum dari kombinasi antara faktor ekonomi dan keselamatan umum dan layak untuk dipergunakan saluran udara bagi daerah daerah luar kota maupun kabel bagi daerah pada dalam kota


5   Pola Sistim Distribusi
Ada 3 (tiga) macam pola sistem distribusi utama yang dianut oleh PT PLN (persero) di seluruh Indonesia dan satu pola tambahan untuk sistem yang tidak lagi dikembangkan oleh PLN. 
Di PT PLN untuk koordinasi, investasi, tingkat pelayanan dan keselamatan dalam rangka pengamanan sistem distribusi, suatu wilayah atau distribusi hanya diperbolehkan untuk menganut salah satu pola yang cocok untuk lingkungannya [x]
Jaminan keselamatan, keandalan dan kontinyuitas penyaluran sulit untuk dipertahankan pada posisi yang optimum dan dalam pelaksanaanya dilapangan dapat menimbulkan beberapa kesulitan dengan adanya ketimpangan antara kebutuhan dan ketersediaan biaya investasi dan pemeliharaan peralatan. Pola-pola sistem distribusi tersebut adalah :
1.   Sistem Distribusi Pola 1:
Yaitu sistem distribusi 20 KV fasa tiga 3 kawat dengan pentanahan netral melalui tahanan tinggi.
Di Indonesia pola sistem distribusi  semacam ini petama dikembangkan di PLN distribusi Jawa Timur dan ciri cirinya dapat di indentifikasi sebagai berikut
Sistem Jaringan   :
a.       Tegangan nominal  :  20 kV
b.      Sistem Pentanahan : Netral Kumparan TM yang dihubungkan secara bintang dari trafo utama ditanahkan melalui tahanan dengan nilai 500 ohm (arus hubung singkat ke tanah maksimum 25 A )
c.       Konstruksi jaringan : Pada dasarnya adalah saluran udara yang terdiri dari
Saluran Utama ( Main lines ) : Kawat jenis AAAC 150  mm2  fasa tiga 3-kawat untuk saluran cabang: kawat AAAC  70 mm2
d.      Sistem pelayanan : radial dengan kemungkinan saluran utama antara jaringan yang berdekatan dapat saling berhubungan dalam keadaan darurat
Sistem Pengaman  :
a.       Pemutus Beban/Tenaga (PMB/PMT) Utama dipasang pada saluran utama di GI sebagai pengaman utama jaringan dan dilengkapi dengan alat pengaman ( Relai )
§  Relai Penutup Balik (Recloser) untuk memulihkan sistem dari gangguan-gangguan yang bersifat temporer dan untuk koordinasi kerja dengan peralatan pemutus / pengaman yang lain disisi hilir dan saluran cabang dari jaringan antara lain sectionalizer dan Pengaman Lebur (fuse)
§  Relai Gangguan Tanah Terarah (DGFR = Directional Ground Fault Relays) dipergunakan untuk membebaskan gangguan fasa tanah
§  Relai arus lebih (OCR = Over Current Relays) untuk membebaskan gangguan antar fasa
b.      Saklar seksi otomatis ( SSO )
Model saklar ini dipergunakan sebagai alat pemutus rangkaian untuk memisah-misahkan saluran utma dalam beberapa seksi agar pada keadaan gangguan permanen luas daerah (jaringan) yang terganggu diusahakan sekecil mungkin, SSO untuk pola sistem ini akan membuka pada waktu rangkaian tidak bertegangan dan pada saat rangkaian bertegangan harus mampu menutup rangkaian dalam keadaan hubung singkat
c.       Pengaman Lebur (Fuse)
Fuse dipasang pada titik percabangan antara saluran utama dan saluran cabang juga dipasang pada sisi primer (20 kV) trafo distribusi dengan maksud untuk mengamankan jaringan dan peralatan yang berada di sebelah hilirnya terhadap gangguan permanen antar fasa dan tidak untuk mengamankan gangguan fasa tanah.
2.      Sistem Distribusi Pola 2:
Sistem Distribusi 20 kV fasa tiga 4 kawat dengan pentanahan netral  secara langsung .
Pola sistem ini mulai dikembangkan di Indonesia di PLN distribusi Jawa tengah dan pola sistem distribusi ini di indentifikasi sebagai berikut:
Sistem Jaringan :
a.       Tegangan Nominal :  20  kV
b.      Sistem Pentanahan : Netral ditanahkan sepanjang jaringan dan kawat netral dipakai bersama untuk saluran tegangan menengah dan saluran tegangan rendah dibawahnya.
c.       Konstruksi Jaringan  : Terdiri dari saluran udara terutama dan saluran kabel sedang saluran udara terdiri dari : saluran utama dan saluran cabang.
¯   Saluran Utama  : kawat AAC  240 dan 150 mm2  fasa tiga – 4 kawat
¯   Saluran Cabang : kawat AAC  100 dan 55 mm2  fasa tiga – 4  kawat dan  kawat AAC  55 dan 35 Fasa satu  2 kawat ( Fasa netral ) Cat : Penghantar dapat dipilih yang setara
d.      Sistem pelayanan : radial dengan kemungkinan saluran utama antara jaringan yang berdekatan dapat saling berhubungan dalam keadaan darurat
e.       Pelayanan Beban : Fasa tiga 4 kawat : 20 / 11.6  kV,  Fasa tunggal : 2 kawat 11,6 kV
Sistem Pengaman :
a.       Penutup  Balik otomatis ( PBO )
Alat ini dipasang pada saluran utama Di GI sebagai pengaman utama jaringan . Pada jaringan yang panjang ( > 20 km ) yang dipasang  pada ujung GI tidak lagi peka untuk mengindentifikasi gangguan yang berada jauh pada ujung hilir sehingga untuk pengamanan terhadap gangguan temporer maupun untuk membagi jaringan dalam beberapa seksi guna melokalisir daerah yang terganggu skecil mungkin dipasang PBO ke dua dan ke tiga  pada jarak jarak tertentu sepanjang saluran utama
b.      PMB  ( PMT ) dapat dipasang sebagai PBO 1 dimana alat ini perlu dilengkapai  dengan relai–relai :
§  Relai penutup balik unutuk memulihkan sistem dari gangguan gangguan yang bersifat temporer dan untuk kordinasi kerja dengan peralatan pemutus / pengaman lain disisi hilir dan saluran cabang antar lain PBO , SSO dan Fuse Cut out
§  Relai arus lebih jenis waktu tebalik  untuk membebaskan gangguan fasa fasa
§  Relai arus tanah untuk membebaskan gangguan fasa tanah
c.       Saklar seksi otomatis ( SSO )
Model saklar ini dipergunakan sebagai alat pemutus rangkaian untuk memisah-misahkan saluran utama dalam beberapa seksi agar pada keadaan gangguan permanen luas daerah (jaringan) yang terganggu diusahakan sekecil mungkin, SSO untuk pola  2 ini akan membuka pada saat rangkaian tidak ada arus dan tidak menutup kembali. Saklar ini bekerja berdasarkan penginderaan dan hitungan (account)  trip PMT (PBO) arus hubung singkat  dengan demikian saklar ini dipasang apabila dibagian hulu terpasang  PMT atau PBO
d.      Pengaman Lebur ( Fuse )
Fuse dipasang pada titik percabangan antara saluran utama dan saluran cabang juga dipasang pada sisi primer (20 kV) trafo distribusi sebagi pengaman saluran terhadap gangguan gangguan yang besrsifat permanen koordinasi antar PBO dan alat lainnya perlu dilakukan

3.      Sistem Distribusi Pola 3:
Sistem Distribusi 20 KV fasa tiga 3 kawat dengan pentanahan netral melalui tahanan rendah
Pola sistem ini mulai dikembangkan di Indonesia di distribusi Jawa Barat dan DKI Jaya , sekarang meluas keseluruh wilayah kerja PLN meskipun dibeberpa tempat digunakan modifikasi.  Pola sistem distribusi ini ciri-cirinya dapat di indentifikasi seperti berikut :
Sistem Jaringan
a.       Tegangan nominal  :  20 kV
b.      Sistem Pentanahan : Netral Kumparan TM yang dihubungkan secara bintang dari trafo utama ditanahkan melalui tahanan dengan nilai 12 ohm (arus hubung singkat ke tanah maksimum 1000 A ) dan 40 ohm
(arus hubung singkat ke tanah maksimum 300 A) untuk sistem SUTM atau sistem campuran
c.       Konstruksi jaringan : Pada dasarnya adalah saluran udara  terdiri dari :
Saluran Utama ( Main lines ) : Kawat jenis AAAC 150  mm2  fasa tiga 3-kawat untuk saluran cabang: kawat AAAC  70 mm2
a.       Sistem pelayanan : radial dengan kemungkinan saluran utama antara jaringan yang berdekatan dapat saling berhubungan dalam keadaan darurat
Sistem Pengaman :
a.       Pemutus Beban/Tenaga (PMB/PMT) Utama dipasang pada saluran utama di GI sebagai pengaman utama jaringan dan dilengkapi dengan alat pengaman (Relai)
§  Relai Penutup Balik (Recloser) untuk memulihkan sistim dari gangguan-gangguan yang bersifat temporer dan untuk koordinasi kerja dengan peralatan pemutus / pengaman yang lain disisi hilir dan saluran cabang dari jaringan antara lain sectionalizer dan fuse (PL = Pengaman Lebur)
§  Relai Gangguan Tanah Terarah (DGFR= Directional Ground Fault Relays) dipergunakan untuk membebaskan gangguan fasa tanah
§  Relai arus lebih (OCR = Over Current Relays) dipergunakan untuk membebaskan gangguan antar fasa
b.      Saklar seksi otomatis ( SSO )
Model saklar ini dipergunakan sebagai alat pemutus rangkaian untuk memisah-misahkan saluran utma dalam beberapa seksi agar pada keadaan gangguan permanen luas daerah (jaringan) yang terganggu diusahakan sekecil mungkin, SSO untuk pola sistem ini akan membuka pada saat rangkaian tidak ada arus dan tidak menutup kembali.
Saklar ini bekerja berdasarkan penginderaan dan hitungan (account)  trip PMT (PBO) arus hubung singkat  dengan demikian saklar ini dipasang apabila dibagian hulu terpasang  PMT atau PBO
c.     Pengaman Lebur (Fuse)
Fuse dipasang pada titik percabangan antara saluran utama dan saluran cabang juga dipasang pada sisi primer (20 kV) trafo distribusi dengan maksud untuk mengamankan jaringan dan peralatan yang berada di sebelah hilirnya terhadap gangguan permanen antar fasa dan tidak untuk mengamankan gangguan fasa tanah.
    4.   Pola Sistim Ditribusi Lainnya
    Seperti sudah disebutkan kelistrikan di Indonesia ini sangat beragam selain dari tiga pola yang telah dibahas pola lainnya disebutkan sebagai sistim distribusi pola 4 yaitu sistim distribusi 6 kV fasa tiga 3- kawat dengan pentanahan netral mengambang .
Bagi sistem 6 kV dengan pentanahan netral mengambang masalahnya yang lebih menonjol adalah factor keselamatan manusia dan khewan pada saat terjadi kawat putus dan hubung tanah karena pada umumnya tidak dilengkapi dengan  alat pengaman yang segera secara otomatis melakukan pemutusan . Untuk hal tersebut sekurang kurangnya dilengkapi indicator dan sirine (alrm) pada ruang panel 
6.    Spesifikasi Desain Sistem
Dalam rencana pengembangan dan perluasan jaringan distribusi tenaga listrik sedikitnya ada tiga kriteria sebagai dasar rekayasa (basic engineering) yang semestinya diperhatikan dalam pengembangan distribusi ketenaga listrikan yaitu :
a.       Desain sistem dan peralatan distribusi serta pembuatannya
b.      Penentuan garis-garis besar standar konstruksi yang didasarkan pada peralatan yang diperoleh
c.       Memilih dan menyeleksi berbagai macam standar konstruksi yang akan digunakan pada situasi tertentu berdasarkan hal-hal tertentu yang ditetapkan preusan
Adanya keberagaman spesifikasi desain ketenaga listrikan akan memungkinkan dapat mengganggu kelancaran pengusahaan dan pembangunan ketenaga listrikan itu sendiri 
Untuk keperluan penyederhanaan pengelolaan investasi serta kelancaran pengusahaan ketenaga listrikan di wilayah PT PLN, perusahaan ini telah menyusun spesifikasi desain untuk JTM dan JTR dalam SPLN 72 tahun 1987 yang diantaranya sebagai berikut :
1.      Sistem Distribusi Tegangan Menengah 
              a.       Saluran Udara Tegangan Menengah ( SUTM )§  Jaringan Radial
-         Radial tanpa saklar seksi
-         Radial dengan saklar seksi manual Local, Remote
-         Radial dengan saklar seksi otomatik
§  Jaringan Lingkar (loop)
-         Loop dengan saklar seksi manual Local,  Remote
-         Loop dengan saklar seksi otomatik
b.      Saluran Kabel Tegangan Menengah
§  Jaringan Gugus
§  Jaringan Spindel
§  Jaringan Simpul 
2.      Sistim distribusi Tegangan Rendah
a.       Saluran Udara Radial
b.      Saluran Bawah Tanah Radial
3.      Jenis Pemutus Tenaga
a.       Pemutus Tenaga (PMT) tipe hembusan udara (Air Blast )
b.      Pemutus Tenaga tipe hampa udara (Vacuum)
c.       Pemutus Tenaga tipe minyak banyak ( Oill Bulk )
d.      Pemutus Tenaga tipe minyak sedikit ( Low Oil Content)
e.       Pemutus Tenaga tipe Gas  ( SF 6 ) 
4.  Bus Bar ( Rel ) TM
      a.    Open Type
      b.    Closed Type

5.  Transformator di Gardu Induk Distribusi
Pada Akhir pembangunan transformator di Gardu Induk Distribusi sedapat mungkin lebih dari satu buah sehingga bila satu transformator terganggu, tidak terjadi pemadaman total
6.   Gardu Transformator
Untuk konsumen umum, khusus , umum dan khusus
a.       Gardu Tembok Untuk SKTM
b.      Gardu Tembok Untuk SUTM
c.       Gardu Kiosk
d.      Gardu Tiang :   Portal , Cantol
7.   Gardu Hubung (GH)
Gardu Hubung terdiri dari GH spindle dan GH non Spindle
GH spindle mempunyai 7 unit penyulang maksimum
GH non Spindle mempunyai 3 unit penyulang 
GH ini dilengkapi dengan Pemutus beban dengan mekanisme pengendalian elektris
8.   Pengaturan tegangan dan turun tegangan
a.       Turun tegangan pada JTM diperbolehkan 2% dari tegangan kerja yang tidak memanfaatkan Sadapan Tanpa Beban (STB) yaitu sistem spindle dan sistem gugus.
b.      Turun tegangan pada JTM diperbolehkan 5% dari tegangan kerja bagi sistem yang memanfaatkan STB yaitu sistim radial diatas tanah dan sistim simpul
c.       Turun tegangan pada sistim distribusi dibolehkan 3 % dari tegangan kerja
d.      Turun tegangan pada JTR dibolehkan sampai 4 %  dari tegangan kerja
e.       Turun tegangan pada SR dibolehkan sampai 1 % dari tegangan nominal
9.   Penghantar Jaringan Tegangan Menengah
a.       Penghantar terbuka diatas tanah
b.      Kabel alumunium type XLPE
c.       Kabel pilin udara sesuai SPLN 43-5:1986
10. Penghantar Jaringan Tegangan Rendah
Penghantar Jaringan Tegangan Rendah ( JTR ) terdiri dari 2 macam yaitu :
a.       Penghantar terbuka dari aluminium campuran hal ini sesuai dengan SPLN 41-8-1981 tentang penghantar aluminium campuran
     Bagi JTR yang memerlukan kabel antara gardu dan tiang pertama digunakan kabel dengan kemampuan hantar arus 1 tingkat lebih tinggi diatas kemampuan hantar arus penghantar terbuka.
b.      Penghantar berisolasi dipilin sesuai dengan SPLN 42-10-1986 tentang kabel pilin udara dengan penghantar fasa aluminium dan penghantar netral alumium campuran
11. Penghantar Sambungan Rumah  terdiri dari 3 macam yaitu :
c.       Penghantar berisolasi dipilin dengan penghantar netral berisolasi sesuai dengan SPLN 42-10- 1986 tentang kabel pilin udara
d.      Penghantar tembaga telanjang sesuai SPLN 49-4 1981atau 41-5 1981
e.       Penghantar Kabel tanah sesuai SPLN  43 –1-1981
Penampang sambungan rumah disesuaikan dengan daya kontraknya
12. Tegangan kerja di Gardu Induk Distribusi
Pada sistem yang tidak memanfaatkan STB pada trafo distribusi, tegangan kerja di GI distribusi diatur sebagai berikut  :
a.       Dipertahankan kostran  20.5   -  21    kV
b.      Dipertahankan konstan 21.5  -   22     kV
c.       Dipertahankan konstan 22,5  -   23     kV
Pada sistem yang memanfaatkan STB  pada trafo distribusi,tegangan kerja di GI distribusi diatur sebagai berikut :
a.       Pada saat beban penuh tegangan antara: 22.5 – 23  kV  pada saat beban nol tegangan 20 kV
b.      Pada saat beban penuh tegangan antara: 21.5 – 22  kV  pada saat beban nol tegangan 19 kV
c.       Pada saat beban penuh tegangan antara: 20.5 – 21  kV  pada saat beban nol tegangan 18 kV
Cat  : 0.5 – 1 kV   untuk kompensasi voltage drop pada trafo distribusi dan tegangan konsumen tidak lebih besar dari 105 %
13. Suplai konsumen besar Tegangan Menengah  ( TM )
Untuk konsumen besar TM dapat disuplai dengan cara sebagai berikut:
a.       Saluran suplai tunggal diatas tanah
b.      Saluran suplai ganda diatas tanah atau satu diatas tanah dan satu didalam tanah
c.       Saluran suplai ganda didalam tanah 
d.      Saluran suplai ganda / banyak didalam  tanah
14. Relai Pengaman
a.       Relai pengaman yang dipakai untuk saluran penyulang sesuai dengan SPLN  52 –3 ; 1983
b.      Relai Penutup Balik disesuaikan dengan sistim pentanahan netral
15. Jumlah Penyulang (feeder) 20  kV (out going feeder)
Pada umumnya pembebanan masing masing saluran 20 kV yang keluar dari  GI adalah mulai dari  4  s/d  15 MVA disesuaikan dengan drop voltage maksimum
a.       Untuk GI distribusi kecil jumlah saluran keluar minimum 3  buah maksimum 6 buah
b.      Untuk GI distribusi sedang jumlah saluran keluar minimum 7 maksimum 14
c.  Untuk GI distribusi sedang jumlah saluran keluar minimum 14 maksimum kelipatan 7
Cat : GI   Distribusi  kecil  ....    20  MVA
         GI   Distibusi  sedang ...... 60  MVA
         GI   Distribusi besar  .....> 60  MVA
   7.  Konfigurasi Sistim
     Beragam jenis konfigurasi sistem yang bisa dipilih untuk membangun suatu sistem distribusi, namun pemilihan konfigurasi lain dari yang sudah dispesifikasi perlu pengkajian yang lebih mendalam untuk menghindari timbulnya dampak yang tidak di inginkan baik dalam investasi maupun dalam pengusahaan 

Konfigurasi Jaringan Tegangan Menengah
Sedikitnya ada 6 jenis konfigurasi sistem distribusi primer yang sesuai dengan spesifikasi PLN adalah
a.      Simpul ( Spot Network )
b.      Spindle dengan Pengatur Distribusi
c.      Spindle tanpa Pengatur Distribusi
d.      Gugus  ( Cluster )
e.      Lingkar / Ring ( Loop )
f.        Radial
     Pemilihan jenis konfigurasi untuk sistem distribusi tegangan menengah tergantung kepada beberapa faktor antara lain faktor kawasan, kapasitas beban dan peruntukan. Untuk tujuan meningkatkan pelayanan tenaga listrik kepada konsumen modifikasi konfigurasi jaringan dilapangan sering dilakukan dengan harapan dapat melancarkan tugas operasi sistem dengan mempertahankan kontinuitas suplai pada konsumen. Bentuk-bentuk dari konfigurasi sistem distribusi tegangan menengah ini dapat dilihat pada gambar 1.1 sampai dengan  gambar  nomor  1.2  seperti berikut :